MENGINTIP PENYU BERTELOR DI PANTAI PANGUMBAHAN

Penyu hijau (Chelonia mydas) yang sering bertelor di Pantai Pangumbahan

Di malam yang dingin dan gelap di akhir bulan November, saya bersama Annas dan petugas hotel (yang saya lupa namanya) bergegas keluar dari hotel kami yang terletak di pinggir Pantai Pangumbahan, Ujung Genteng. Tak lupa petugas hotel membawa sebuah senter, agar nanti kami bisa melihat penyu dengan jelas. Malam itu memang cukup gelap karena bulan sedang enggan bersinar. Namun, tak menyurutkan niat kami untuk melihat penyu bertelor di Pantai Pangumbahan (Turtle Beach), yang letaknya hanya sepelemparan batu dari hotel kami. Kami merasa sangat beruntung menginap di hotel tersebut, karena nggak perlu jauh-jauh kalau mau melihat penyu bertelor. Kami bisa melihat penyu bertelor dengan gratis dan cukup berjalan kaki saja dari hotel. Berbeda kalau kami menginap di hotel-hotel yang ada di sepanjang Pantai Ujung Genteng. Kami harus membayar tukang ojek, yang akan mengantar kami ke Pantai Pangumbahan, untuk bisa melihat penyu bertelor.

Pantai Pangumbahan merupakan salah satu pantai favorit para penyu untuk bertelor, selain Pantai Sukamade (Jawa Timur) dan pantai-pantai di Kepulauan Derawan (Kalimantan Timur). Setiap malam selalu ada penyu yang datang ke pantai ini untuk meletakkan telornya. Makanya nggak heran, kalau para turis bule memberi nama pantai ini Turtle Beach. Dulu, ada beberapa jenis penyu yang sering bertelor di Pantai Pangumbahan, yaitu penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), dan penyu belimbing (Dermochelys coriacea). Namun, sekarang hanya penyu hijau yang masih rajin bertelor di pantai ini. Penyu-penyu lainnya mungkin sudah punah karena banyak diburu.

Ketika kami tiba di Pantai Pangumbahan, ternyata sudah banyak orang di sana. Mereka juga ingin melihat penyu bertelor seperti kami. Mereka pada duduk diam di pinggir pantai yang gelap dan sunyi. Hanya ribuan bintang di langit yang menerangi Pantai Pangumbahan malam itu. Rupanya sudah ada seekor penyu yang sedang bertelor saat itu. Pantesan orang-orang tersebut diam tak bersuara. Pada saat melihat penyu akan bertelor, kami memang tidak boleh berisik atau menyalakan cahaya apapun di pantai, baik api, senter, ponsel ataupun lampu flash kamera karena penyu sangat sensitif terhadap suara dan cahaya. Jika penyu melihat cahaya atau mendengar suara berisik, maka dia akan mengurungkan niatnya untuk bertelor dan kembali lagi ke laut. Kasihan kan, penyu sudah berenang jauh-jauh dari tengah laut dan berjalan dengan susah payah di pantai, untuk mendapatkan tempat yang nyaman untuk bertelor tapi dia terganggu oleh suara atau cahaya. Akibatnya, dia kembali lagi ke laut, nggak jadi bertelor.

Seekor penyu hijau yang sangat besar, diameter tempurungnya hampir satu meter, sedang bersusah-payah mengeluarkan telor dari tubuhnya ke dalam sebuah lubang. Kami belum boleh mendekati penyu itu karena dia bisa terganggu dan batal bertelor. Kami hanya bisa mengintip dari kejauhan. Setelah penyu mengeluarkan beberapa butir telor, kami baru boleh mendekatinya. Bila penyu sudah mulai mengeluarkan telornya, dia akan mengalami kesulitan untuk menghentikannya. Sekali bertelor, penyu bisa mengeluarkan telor sebanyak 80 - 100 butir.

Saya dan Annas berfoto bersama penyu hijau yang sudah selesai bertelor

Pelan-pelan kami bergerak mendekati penyu yang sudah mengeluarkan banyak telor itu, agar bisa melihatnya dengan jelas. Ketika bertelor, penyu itu meneteskan air matanya. Saya sendiri nggak tahu kenapa penyu itu menangis, entah karena sakit, capek, sedih atau terharu. Saya jadi kasihan melihat penyu yang kelelahan itu menangis. Penyu itu mengeluarkan telor sangat banyak, sepertinya lebih dari lima puluh butir.

Selesai bertelor, penyu itu langsung menimbuni telornya dengan pasir. Dengan susah payah, dia mengais-ngais pasir dengan kakinya untuk menutup lubang tempatnya bertelor. Telor-telor itu harus dilindungi karena keselamatannya terancam, baik oleh binatang buas maupun tangan-tangan jahil manusia. Proses menutup lubang itu berlangsung cukup lama dan kami pun dengan sabar menungguinya.

Asyiknya naik penyu hijau!

Setelah lubangnya sempurna tertutup pasir, penyu berjalan kembali ke arah laut. Orang-orang yang sejak tadi menunggui penyu itu bertelor, langsung mengejar penyu tersebut untuk menyentuh dan memegangnya. Mereka juga memotret penyu tersebut. Saya pun nggak mau ketinggalan. Saya segera memegang-megang penyu tersebut dan memotretnya. Tak lupa saya dan Annas bergantian berfoto bersama penyu tersebut. Bahkan, saya naik ke atas tempurung penyu yang sangat besar itu. Dan penyu pun masih mampu berjalan, walaupun lebih lambat.

Rupanya, malam itu juga ada beberapa penyu yang bertelor di sudut lain Pantai Pangumbahan. Tak kurang lima ekor penyu yang meletakkan telornya di Pantai Pangumbahan yang berpasir putih lembut itu. Padahal saat itu, bukan musim penyu bertelor, lho. Menurut petugas hotel, pada saat musim bertelor (saya lupa bulan apa), jumlah penyu yang datang ke Pantai Pangumbahan sangat banyak.

Setelah puas bermain dan berfoto bersama penyu, kami membiarkan penyu tersebut kembali ke laut. Selamat jalan penyu! Kembalilah ke habitatmu! Jangan lupa untuk kembali bertelor di Pantai Pangumbahan karena kehadiranmu sangat dinantikan banyak orang. (edyra)***
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments

0 Response to "MENGINTIP PENYU BERTELOR DI PANTAI PANGUMBAHAN"

Post a Comment