PULAU KENAWA, SURGA KECIL DI BARAT SUMBAWA

Bertemu banyak bintang laut biru di Pulau Kenawa.


Sunyi, tenang dan damai. Itulah kesan pertama saya, begitu menginjakkan kaki di Pulau Kenawa. Tak ada kicauan burung, juga tak terdengar deburan ombak besar. Hanya sesekali terdengar riak-riak gelombang kecil di tepi pantai. Sejauh mata memandang, yang terlihat hanyalah hamparan padang rumput, sejumlah bale bengong (gazebo), dan bukit kecil di ujung pulau. Benar-benar tempat yang sempurna untuk “menyepi.”

Pulau Kenawa dengan sebuah bukit kecil di ujung pulau.

Pulau Kenawa berada di barat laut Pulau Sumbawa, tepatnya di Selat Alas, tak jauh dari Pelabuhan Penyeberangan Poto Tano, Sumbawa Barat. Secara administratif, pulau kecil ini masuk ke dalam wilayah Desa Poto Tano, Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Untuk mencapai Pulau Kenawa, saya dan teman menyewa perahu nelayan dari Desa Poto Tano, dengan waktu tempuh sekitar 15 menit saja.

Padang rumput dan bukit kecil di Pulau Kenawa.

Pulau Kenawa memiliki panorama alam yang mempesona. Perpaduan alam perbukitan, padang rumput (savana), hamparan pantai berpasir putih, dan air laut yang bergradasi hijau kebiruan, menjadikan alam Pulau Kenawa begitu indah dan mengesankan. Asyiknya lagi, pulau seluas 13,8 hektar ini tak berpenghuni dan belum banyak dikunjungi turis sehingga suasananya sangat sepi. Ketika kami berkunjung ke sana, tidak ada pengunjung lain selain kami berdua. Jadi kami bebas melakukan apa saja sesuai kemauan kami. Benar-benar seperti pulau pribadi.

Panorama menawan dari puncak menara.

Aktivitas pertama yang kami lakukan di Pulau Kenawa adalah berjalan kaki keliling pulau sambil memotret setiap sudut pulau mungil nan cantik ini. Bagi penggemar fotografi, Pulau Kenawa adalah surganya. Setiap sudut pulau ini begitu menarik dan "fotogenik". Bukit kecil, padang rumput yang luas, dan pantai berpasir putih adalah beberapa objek foto yang wajib diabadikan di Pulau Kenawa. Untuk mendapatkan panorama yang lebih menawan, saya menaiki sebuah menara yang berada tak jauh dari dermaga. Saya harus bersusah-payah dan ekstra hati-hati menaiki menara tersebut karena tangga menara sudah rusak. Untunglah usaha saya tidak sia-sia. Dari puncak menara yang tak seberapa tinggi itu, saya bisa menyaksikan panorama menakjubkan Pulau Kenawa, mulai dari padang rumput, laut hijau kebiruan, Pulau Sumbawa hingga pulau-pulau kecil di sekitar Pulau Kenawa. Tak henti-hentinya jari telunjuk saya memencet tombol rana kamera karena melihat panorama alam yang sungguh menawan.

Dermaga di Pulau Kenawa.

Selesai keliling pulau, saya segera menuju dermaga untuk snorkeling. Sejak kedatangan saya, air laut sebening kristal di sekeliling Pulau Kenawa sudah memanggil-manggil saya untuk segera nyemplung. Saya segera memakai masker dan kaki katak (fin) yang saya bawa dari rumah. Untuk bisa snorkeling di Pulau Kenawa, kita harus membawa peralatan snorkeling dari rumah karena baik di Poto Tano maupun di Pulau Kenawa tak ada tempat penyewaaan peralatan snorkeling. Begitu saya berenang beberapa meter dari pinggir pantai, Pulau Kenawa mulai menunjukkan pesona bawah lautnya kepada saya. Dengan snorkeling saja, saya bisa melihat beragam terumbu karang cantik aneka warna, baik karang keras (hard coral) maupun karang lunak (soft coral). Mulai dari karang meja (Acropora sp.), karang otak (Diploria labyrinthiformis), karang kol (Montipora sp.) hingga berbagai jenis anemon terhampar di hadapan saya. Ratusan jenis ikan dengan berbagai bentuk dan ukuran juga berseliweran di sekitar saya. Bintang laut? Tak usah ditanya lagi. Jumlahnya sangat banyak, terutama bintang laut berwarna biru (Linckia laevigata). Mata saya benar-benar dimanjakan oleh keelokan bawah laut Pulau Kenawa.

Snorkeling di Pulau Kenawa yang air lautnya sebening kristal.

Selesai snorkeling, saya mendaki bukit yang ada di ujung Pulau Kenawa. Kata Pak Abdul Gani (nahkoda perahu), pemandangan dari puncak bukit sangat indah dan saya bisa menyaksikan secara keseluruhan Pulau Kenawa. Matahari yang bersinar terik dan tidak adanya pepohonan besar yang tumbuh di pulau ini membuat udara sangat panas. Tapi saya tak menghiraukannya. Saya tetap berjalan mendaki bukit walaupun dengan keringat bercucuran. Segala usaha dan perjuangan saya terbayar lunas ketika sampai di puncak bukit. Panorama alam yang luar biasa indah terbentang di hadapan saya. Seluruh bagian Pulau Kenawa bisa terlihat dari puncak bukit ini. Tak ketinggalan laut hijau kebiruan dan pulau-pulau kecil di sekitar Pulau Kenawa. Gunung Rinjani di Pulau Lombok juga tampak berdiri menjulang. Ternyata, ucapan Pak Abdul Gani, benar adanya. Dan seperti biasa, saya pun mengabadikan panorama menakjubkan Pulau Kenawa dengan kamera kesayangan saya.

Panorama cantik dari puncak bukit.

Sebelum perahu datang menjemput, sekali lagi saya snorkeling di pantai. Saya belum puas menjelajahi bawah laut Pulau Kenawa meski tadi pagi sudah snorkeling cukup lama. Lagian, mumpung masih berada di Pulau Kenawa, saya puas-puasin snorkeling di sana. Kapan lagi bisa snorkeling di laut dengan biota laut yang spektakuler dan kedalaman laut hanya mencapai satu hingga dua meter saja.

Tepat pukul 13.00 WITA, perahu Pak Rahman (anaknya Pak Abdul Gani) datang menjemput. Rasanya berat sekali meninggalkan pulau mungil nan elok ini. Pulau Kenawa benar-benar memikat saya. My heart stays in Kenawa Island and Kenawa Island stays in my heart.

Getting There
Untuk mencapai Pulau Kenawa, sebaiknya Anda terbang dulu menuju Mataram, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dari Mataram, lanjutkan perjalanan darat selama dua jam ke Pelabuhan Kayangan, Lombok Timur. Anda bisa naik kendaraan umum atau menyewa mobil dari Mataram menuju Pelabuhan Kayangan. Selanjutnya, Anda tinggal naik ferry menuju Pelabuhan Poto Tano, Sumbawa dalam waktu satu setengah hingga dua jam. Dari Pelabuhan Poto Tano, Anda bisa naik ojek atau berjalan kaki menuju Desa Poto Tano dan menyewa perahu dari nelayan setempat. Perjalanan dari Desa Poto Tano menuju Pulau Kenawa hanya sekitar 15 menit. (edyra)***
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments

PESONA PASIR PINK PANTAI TANGSI

Bertemu bintang laut di Pantai Tangsi

Pantai berpasir hitam, putih atau kelabu mungkin sudah biasa. Bagaimana kalau pantai berpasir merah muda (pink)? Ini baru menarik. Berbicara mengenai pantai berpasir pink, ingatan kita pasti langsung tertuju pada Pantai Merah (Pink Beach) yang berada di Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur. Maklum, Pink Beach memang sudah sangat tersohor seantero dunia berkat keunikan pasirnya yang berwarna pink. Turis dari berbagai negara sering mengunjungi pantai cantik ini. Namun, Pink Beach bukan satu-satunya pantai berpasir pink di Indonesia. Ada satu lagi pantai berpasir pink di Indonesia, yang masih belum diketahui banyak orang, yaitu Pantai Tangsi.

 Pantai Tangsi yang tenang dan indah

Mungkin Anda belum bernah mendengar nama Pantai Tangsi. Letaknya yang jauh tersembunyi di ujung tenggara Pulau Lombok dan akses jalan yang sulit membuat pantai ini tidak dikenal banyak orang. Tidak adanya rambu-rambu atau penunjuk arah yang menunjukkan jalan ke Pantai Tangsi semakin membuat pantai ini tidak populer. Padahal pantai perawan yang terletak di Desa Pemongkong, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur ini sangat cantik. Saya jamin, Anda pasti akan jatuh cinta pada Pantai Tangsi begitu melihatnya dengan mata kepala sendiri.

Gerbang bambu di pertigaan menuju Pantai Tangsi

Di Hari Sabtu yang cerah, bersama teman saya mengunjungi Pantai Tangsi. Perlu waktu dua setengah jam untuk mencapai Pantai Tangsi dari Kota Mataram. Kondisi jalan yang buruk dan tidak adanya rambu-rambu (penunjuk arah) membuat kami kesulitan menemukan pantai ini. Bertanya ke penduduk setempat, juga tidak banyak yang tahu saking tidak populernya pantai ini. Untunglah akhirnya kami berhasil menemukan Pantai Tangsi setelah ditunjukkan jalan oleh seorang nelayan yang baik hati. Beliau mengantarkan kami sampai di pertigaan jalan menuju Pantai Tangsi, yang berada tak jauh dari Tanjung Ringgit (salah satu pantai indah di Lombok).

Pantai Tangsi dilihat dari atas bukit

Pasir Pink Hamparan pasir pink dan laut hijau kebiruan segera menyambut kedatangan kami di Pantai Tangsi. Nampak beberapa perahu nelayan yang berbaris rapi di pinggir pantai. Saya segera berlari ke bibir pantai dan bermain-main di atas pasirnya yang lembut. Saya benar-benar takjub melihat keunikan pasir Pantai Tangsi yang berwarna pink. Dari kejauhan, pasir Pantai Tangsi memang terlihat berwarna putih. Namun, begitu saya lihat dari dekat, warna pasirnya berubah menjadi putih kemerahan (pink). Saya segera mengambil segenggam pasirnya untuk membuktikan bahwa pasir Pantai Tangsi benar-benar berwarna pink. Ternyata memang benar. Ketika saya perhatikan dengan seksama, terlihat butir-butir kecil berwarna merah di antara butiran pasir putih. Butir-butir merah tersebut berasal dari pecahan hewan karang bernama latin Homotrema rubrum. Hewan yang termasuk dalam golongan Foraminifera (hewan bersel satu yang hidup di laut) ini berwarna merah menyala dan banyak terdapat di bawah laut Pantai Tangsi. Karena itulah pasir Pantai Tangsi menjadi berwarna pink.

Cantiknya pasir pink Pantai Tangsi

Panorama Bawah Laut yang Menawan Selain berpasir pink, keistimewaan lain Pantai Tangsi adalah panorama bawah lautnya yang sangat menawan. Tidak perlu susah-susah menyelam. Dengan ber-snorkeling saja, saya sudah bisa melihat beragam terumbu karang dan ikan cantik warna-warni. Berbagai biota laut cantik seperti bintang laut, anemon, dan nudibranch juga bisa saya lihat dengan mudah di sana. Asyiknya lagi, Pantai Tangsi sangat landai dan dangkal sehingga aman untuk berenang dan snorkeling. Walau berenang sampai belasan meter ke tengah laut, kedalaman air hanya mencapai sedada orang dewasa. Selain itu, Pantai Tangsi juga bebas arus dan ombak karena letaknya terlindung di sebuah teluk. Jadi, saya bisa berenang dan ber-snorkeling dengan aman tanpa takut terseret ombak.

Tebing berlubang dan Gili Petelu di kejauhan

Pulau-pulau Kecil yang Indah
Pesona Pantai Tangsi tidak berhenti pada pasir pink dan alam bawah lautnya saja. Panorama di sekitar pantai ini juga tak kalah memukau berkat dua bukit kecil dan pulau-pulau mungil (gili) yang berada tak jauh dari Pantai Tangsi. Saya mendaki bukit kecil yang ada di sebelah kiri pantai agar bisa melihat panorama menakjubkan Pantai Tangsi dan pulau-pulau mungil di sekitarnya. Dari atas bukit tersebut, tampak jelas tiga pulau kecil yang oleh masyarakat setempat disebut Gili Petelu. Jika Anda ingin mengunjungi Gili Petelu, Anda bisa menyewa perahu dari nelayan setempat. Aktivitas seru yang bisa Anda lakukan di Gili Petelu tentunya adalah berenang dan snorkeling karena terumbu karang di sekitar pulau-pulau tersebut juga sangat indah dan masih dalam kondisi baik. Ikan dan berbagai biota laut lainnya juga sangat banyak dan beragam jenisnya.

Gua Jepang

Gua Jepang
Di balik berbagai keindahannya, ternyata Pantai Tangsi juga menyimpan cerita bersejarah. Konon katanya, pantai berpasir pink ini diberi nama Pantai Tangsi karena dulu pernah digunakan sebagai barak Tentara Jepang ketika mendarat di Lombok pada tahun 1942. Salah satu bukti peninggalan Jepang di Pantai Tangsi yang masih ada sampai sekarang adalah Gua Jepang yang berada tak jauh dari bibir pantai. Gua berbentuk persegi/kotak ini cukup kecil dengan ukuran panjang sekitar 44 meter dan tinggi hanya sekitar 1,5 meter. Saking pendeknya gua ini, saya harus menunduk ketika masuk ke dalam gua. Dulunya gua ini berfungsi sebagai tempat persembunyian Tentara Jepang sekaligus tempat untuk mengintai musuh (Sekutu) karena letaknya strategis menghadap ke pantai. Kini, Gua Jepang ini menjadi salah satu daya tarik Pantai Tangsi yang selalu dicari turis ketika berkunjung ke sana. 

Saya jatuh cinta pada Pantai Tangsi. Pasir, air laut dan panorama bawah lautnya benar-benar memukau dan membuat nafas saya serasa berhenti sejenak. Saya merasa sangat beruntung bisa menemukan salah satu surga tersembunyi Pulau Lombok. Kini, giliran Anda mengunjungi Pantai Tangsi.

Getting There
Pantai Tangsi terletak di Desa Pemongkong, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur, NTB. Jaraknya sekitar 75 km dari Kota Mataram atau sekitar dua setengah jam berkendara. Untuk mencapai Pantai Tangsi, dari Mataram arahkan kendaraan Anda menuju Praya. Dari Praya, teruskan perjalanan ke arah timur (Keruak/Tanjung Luar) hingga tiba di sebuah pertigaan dengan rambu-rambu (belok kanan menuju Jerowaru) di Desa Sukaraja. Beloklah ke kanan hingga tiba di sebuah pertigaan di Desa Pemongkong, Kecamatan Jerowaru. Dari Desa Pemongkong, Anda akan menjumpai beberapa pertigaan tanpa rambu-rambu atau penunjuk arah. Hanya ada satu rambu-rambu di pertigaan dekat Kantor Kepala Desa Jerowaru. Tanyalah ke penduduk setempat arah menuju Tanjung Ringgit (bukan Pantai Tangsi) karena belum banyak yang mengetahui keberadaan Pantai Tangsi. Sekitar 500 meter sebelum Tanjung Ringgit ada sebuah pertigaan dengan gerbang bambu. Di pertigaan tersebut ada tulisan Tangsi ± 50 M, Goa Jepang, Villa. Beloklah ke kiri menyusuri jalan tanah berbatu sekitar 500 meter dan Anda pun tiba di Pantai Tangsi. (edyra)***
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments

MARRAKESH, THE BEAUTIFUL PEACH CITY


Nampang sejenak di depan Gerbang Palais Royal

Bila India mempunyai “Pink City” Jaipur, Maroko mempunyai “Red City” Marrakesh. Marrakesh berasal dari kata “Murakush” yang dalam Bahasa Berber berarti tanah Tuhan (land of God). Saya tidak tahu mengapa Marrakesh dikenal dengan sebutan Red City. Padahal, sebagian besar bangunan di Marrakesh berwarna peach (pink orange) bukan merah. Mulai dari rumah, hotel, pertokoan hingga gedung pemerintah, sebagian besar berwarna peach. Jadi, menurut saya Marrakesh lebih tepat mendapat julukan “Peach City” atau “Pink City.” Pemerintah setempat memang membuat peraturan yang mengharuskan setiap penduduk untuk mengecat rumah/bangunan dengan warna peach. Hasilnya, seluruh Kota Marrakesh didominasi warna peach yang cantik menyejukkan mata. Bulan April kemarin, saya beruntung bisa menjelajahi kota terbesar kedua di Maroko ini. Dan ternyata, “Tanah Tuhan” ini memiliki banyak tempat menarik. Berikut beberapa tempat menarik yang sempat saya kunjungi di Marrakesh.

Masjid Koutoubia dengan menaranya yang unik

Masjid Koutoubia
Petualangan di Marrakesh saya mulai dari Masjid Koutoubia, masjid paling terkenal di Marrakesh yang selalu ramai dikunjungi turis. Masjid ini terletak di pinggir jalan protokol Avenue Mohammed V, tak jauh dari Djemaa el Fna. Masjid Koutoubia sangat mudah dikenali berkat menaranya yang tinggi menjulang setinggi 70 meter. Menara masjid ini selesai dibangun pada tahun 1199, pada masa pemerintahan Sultan Yacoub el Mansour. Menara yang tinggi menjulang dengan arsitektur yang menawan, selalu memikat para turis dan fotografer dari berbagai penjuru dunia untuk memotretnya. Nama Koutoubia diambil dari Bahasa Arab “Al Koutoubiyyin” yang artinya buku. Konon, ada pasar buku cukup besar di dekat masjid tersebut. Masjid yang mulai dibangun pada tahun 1150 ini, merupakan ikon kota Marrakesh seperti Tugu Monas di Jakarta atau Menara Eiffel di Paris. Setiap hari, masjid yang dikelilingi Taman Koutoubia (Jardin de La Koutoubia) yang luas dan indah ini selalu ramai dikunjungi turis, walau mereka tidak bisa memasukinya. Mereka hanya bisa mengagumi keindahan masjid dari luar dan memotretnya. Pasalnya, Masjid Koutoubia tidak dibuka sepanjang hari seperti masjid-masjid di Indonesia. Seperti masjid-masjid lainnya di Maroko, Masjid Koutoubia juga hanya dibuka setengah jam sebelum dan setelah waktu sholat. Jadi, hanya muslim yang boleh memasuki masjid ini. Setelah memotret dan mengelilingi masjid, para turis biasanya langsung menuju ke Taman Koutoubia yang terletak di samping masjid. Di taman ini terdapat berbagai macam bunga yang indah. Selain itu, yang menarik perhatian saya adalah banyaknya pohon jeruk di taman tersebut. Apalagi saat itu, jeruknya sedang berbuah lebat, dengan warna orange yang menggoda.

Djemaa el Fna
Dari Masjid Koutoubia, dengan berjalan kaki menyeberangi Avenue Mohammed V, kita akan sampai di Djemaa el Fna, sebuah alun-alun atau lapangan luas yang selalu dipadati turis. Djemaa el Fna yang berada di Kawasan Medina, merupakan tempat di mana jantung Kota Marrakesh berdetak. Di pagi dan siang hari, alun-alun ini hanya menjadi tempat lalu lalang orang. Para turis dan warga setempat berbaur di alun-alun tersebut. Bagi para turis yang ingin berkeliling Marrakesh dengan kereta kuda (semacam andong), tersedia penyewaan kereta kuda di Djemaa el Fna, di dekat Masjid Koutoubia. Di senja hari, suasana Djemaa el Fna berubah luar biasa meriah dengan kehadiran ratusan warung tenda yang menjual berbagai jenis makanan. Bagi penggemar wisata kuliner, Djemaa el Fna merupakan surga, karena di senja hari kita bisa menemukan berbagai jenis makanan terutama makanan khas Maroko yang lezat seperti Couscous dan Tajine. Penjual jus jeruk dan aneka rempah-rempah juga tumpah ruah di Djemaa el Fna. Saya pun tertarik untuk mampir ke salah satu kios penjual jus jeruk tersebut. Dengan uang 4 dirham (sekitar Rp 4.400,00), saya sudah bisa menikmati segelas jus jeruk segar yang terbuat dari perasan buah jeruk asli tanpa campuran air dan gula.

Atraksi seniman di Djemaa el Fna

Selain penuh penjual makanan, Djemaa el Fna juga ramai dengan berbagai macam atraksi dari para seniman lokal. Mulai dari penari perut, pemain gambus, atraksi ular, pembuat tato Henna sampai topeng monyet. Namun, kita harus berhati-hati ketika memotret berbagai atraksi tersebut. Kita akan dimintai uang beberapa dirham, ketika mereka mengetahui kita telah memotret aksi mereka. Saya mengalami sendiri hal tersebut. Ketika tengah mencuri-curi memotret atraksi pemain gambus, salah satu dari mereka melihat aksi saya. Alhasil, mereka pun mendatangi saya dan meminta uang dengan agak memaksa. Untunglah mereka tidak menetapkan jumlahnya. Mereka menerima pemberian uang dari turis berapapun jumlahnya.

Taman yang indah di depan Palais Royal

Palais Royal
Mengetahui ada istana raja (Palais Royal) di Marrakesh, saya tertarik mengunjunginya. Meski letaknya agak jauh dari pusat kota (Djemaa el Fna), saya tetap mengunjunginya karena penasaran ingin melihat kemegahan istana tersebut. Namun, alangkah kecewanya saya begitu sampai di gerbang istana tersebut. Saya dan beberapa turis yang berada di dekat gerbang istana, dilarang memasuki Palais Royal. Rupanya Palais Royal juga tidak terbuka untuk umum, sama seperti istana-istana lainnya di Maroko. Jangankan masuk istana, memotret gerbang saja tidak diperbolehkan. Tapi saya tidak mau menyerah. Dengan mengucapkan “Assalamualaikum” kepada penjaga istana dan memperkenalkan diri bahwa saya dari Indonesia, akhirnya saya diperbolehkan memotret gerbang istana tersebut. Padahal, sebelumnya mereka menyemprit saya ketika berusaha memotret gerbang istana tersebut.

Jardin Majorelle tampak dari luar

Jardin Majorelle
Sinar matahar yang terik di Marrakesh, membuat saya kepanasan dan cepat haus. Untunglah ada taman yang sejuk dan asri bernama Jardin Majorelle (Taman Majorelle). Tanpa dikomando, saya pun segera “ngadem” di taman kecil nan cantik tersebut. Jardin Majorelle bagaikan oase di tengah padang pasir. Taman ini awalnya adalah taman pribadi milik Jacques Majorelle, seorang pelukis kelahiran Nancy, Perancis. Dia datang ke Marrakesh pada tahun 1924 dan membangun sebuah taman yang indah, yang diberi nama seperti namanya, Jardin Majorelle. Sejak tahun 1947, taman ini dibuka untuk umum. Berada di Jardin Majorelle, membuat saya lupa kalau sedang di Maroko. Pasalnya suasana di taman tersebut sangat sejuk dan asri, berbeda dengan suasana Kota Marrakesh yang terik. Di taman tersebut terdapat aneka macam tanaman hias dari berbagai penjuru dunia mulai dari bambu, palem hingga aneka jenis kaktus. Karena saya penggemar kaktus, saya sangat betah berlama-lama di Jardin Majorelle. Saya bisa berlindung dari teriknya matahari Marrakesh sambil melihat berbagai jenis kaktus dengan beragam bentuk dan ukuran, mulai dari yang kecil sampai yang tingginya mencapai belasan meter.

Aneka macam kaktus di Jardin Majorelle

Warna-Warni Medina
Ingin mencari oleh-oleh khas Maroko? Medina tempatnya. Karena di Medina terdapat pasar tradisional (Souq) yang meriah dan penuh warna. Seperti kota-kota lainnya di Maroko, Marrakesh juga mempunyai Kota Lama (Medina) dan Kota Baru (Gueliz). Gueliz dipenuhi dengan bangunan-bangunan modern dengan trotoar yang lebar, sementara Medina penuh dengan bangunan tua dengan gang-gang sempit yang berkelok-kelok bak labirin. Saking banyaknya gang di Medina, hampir semua turis pernah tersesat di dalamnya. Saya juga sempat tersesat, tapi akhirnya bisa “selamat” setelah sempat muter-muter setengah jam lebih. Ada satu hal unik tentang Medina di Marrakesh, yaitu kawasan ini dikelilingi pagar tembok mirip benteng berwarna peach dengan gerbang yang melengkung khas Maroko. Pagar ini membatasi Medina dengan Gueliz.

Medina yang dikelilingi pagar mirip benteng

Tempat paling menarik di Medina adalah pasar (namanya Souq Municipal Djema’a el Fna) yang selalu sibuk dan dipadati turis sepanjang hari. Pasar ini menyediakan berbagai barang kebutuhan sehari-hari dan souvenir khas Maroko, seperti baju, kaos, tas, permadani dan aneka pernak-pernik lucu. Target belanja di Medina adalah Kaos Maroko, gantungan kunci, magnet kulkas dan kartu pos. Maklum, teman-teman pada heboh minta dibelikan oleh-oleh begitu tahu saya akan jalan-jalan ke Maroko. Untungnya, harga barang di Medina cukup bersahabat bagi kantong saya. Harga barang-barang tersebut cukup murah, tak jauh beda dengan harga barang-barang di Indonesia. Kuncinya, keluarkan jurus menawar andalan Anda ! Jurus menawar andalan saya adalah bilang ke pedagangnya bahwa saya berasal dari Indonesia. Dan jurus tersebut ternyata sangat jitu untuk merayu pedagang di Medina. Mereka langsung bersikap ramah dan memberikan diskon spesial kepada saya begitu mengetahui saya berasal dari Indonesia. Sebagian besar dari pedagang tersebut tahu kalau Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Mereka senang ada pembeli dari Indonesia karena selama ini sangat jarang ada turis/pembeli dari Indonesia. Rupanya ikatan primordial berlaku juga di Maroko.

Nikmatnya Couscous
Sebagai penutup kunjungan di Marrakesh, saya memilih makan malam di salah satu restoran khas Maroko yang berada di Djemaa el Fna. Menu makan saya adalah sepiring couscous with beef dan segelas teh mint. Katanya belum afdol, berkunjung ke Maroko tanpa mencicipi couscous. Couscous adalah makanan khas Maroko yang terbuat dari tepung gandum berwarna kuning, yang disajikan bersama daging sapi/ayam dan sayuran mirip acar (wortel, lobak, dan labu kuning). Rasanya cukup lezat, mirip nasi jagung. Sambil makan, saya menyaksikan orang yang berlalu lalang dan berbagai atraksi seniman di Djemaa el Fna yang semakin malam, semakin meriah saja. Nikmatnya couscous dan teh mint menjadi penutup kunjungan yang sempurna di Marrakesh.

Getting There
Tak ada penerbangan langsung dari Jakarta menuju Marrakesh. Namun, Anda bisa menuju kota ini via Dubai, Uni Emirat Arab (bila naik Emirates Airlines) atau Istanbul, Turki (bila naik Turkish Airlines). Anda bisa mengecek jadwal penerbangan dan harga tiket ke Marrakesh di situs web masing-masing (www.emirates.com atau www.turkishairlines.com). Pilihan lainnya yang lebih ekonomis, Anda bisa terbang menuju Marrakesh dari berbagai kota di Eropa seperti London, Paris, Frankfurt, dan Barcelona. Banyak budget airlines yang melayani rute Eropa - Marrakesh, di antaranya Ryan Air (www.ryanair.com) dan Easy Jet (www.easyjet.com). (edyra)***

*Dimuat di Majalah SEKAR No. 78, 7 Maret 2012.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments

CASABLANCA, SI PUTIH DI TEPI SAMUDERA ATLANTIK

Foto dulu di depan Masjid Hassan II

Apa yang terlintas di benak Anda ketika mendengar nama Casablanca? Jalanan macet di depan Mal Ambassador atau terowongan yang sempat menjadi judul film horror? Bagi Warga Jakarta, Casablanca memang identik dengan kedua hal tersebut. Padahal, Casablanca merupakan nama sebuah kota di Maroko. Nama Jalan Casablanca di Jakarta memang mengambil nama kota cantik di Maroko.

Casablanca berarti rumah putih dalam Bahasa Spanyol. Sesuai dengan namanya, sebagian besar bangunan di kota ini memang berwarna putih. Mulai dari rumah-rumah penduduk, gedung-gedung perkantoran, stasiun kereta api, hotel hingga pertokoan semua bercat putih. Karena didominasi bangunan bercat putih, Casablanca terkesan bersih dan anggun.
Awalnya, Casablanca bernama Anfa. Konon, Anfa sangat maju dalam hal perdagangan. Kemudian, Bangsa Portugis mengambil alih Anfa dan mengubah namanyai menjadi Casa Branca. Mereka menetap di sana sampai terjadi gempa bumi pada tahun 1755. Adalah seorang sultan bernama Sidi Mohammed ben Abdallah yang merekonstruksi kembali Casa Branca yang kemudian mengubah nama kota ini menjadi Dar el Baida. Kedatangan Bangsa Spanyol sampai akhir abad 18, mengubah Dar el Baida menjadi Casablanca seperti yang kita kenal sampai sekarang.
Casablanca merupakan kota terbesar di Maroko melebihi ibu kotanya, Rabat. Kota yang terletak di antara Fez dan Marrakesh ini merupakan pusat perekonomian, industri dan keuangan Maroko. Meski kota modern, berbagai bangunan tua bergaya art deco yang terawat dapat dengan mudah kita lihat hampir di setiap ruas jalan Casablanca. Saya beruntung memiliki kesempatan mengunjungi kota yang berada di tepi Samudera Atlantik ini Bulan April kemarin.
 
Masjid Hassan II
Tempat yang pertama kali saya kunjungi ketika tiba di Casablanca adalah Masjid Hassan II. Begitu kereta api yang membawa saya dari Marrakesh tiba di Stasiun Casa Voyageur, Casablanca, saya segera turun dan mencari taksi untuk menuju Masjid Hassan II. Saya sengaja tidak menuju ke hotel dulu, karena saya tidak membawa barang banyak dan saya sangat penasaran dengan masjid ini. Saya ingin segera melihat masjid yang menjadi ikon Casablanca ini.


Masjid Hassan II yang indah dan megah

Tak sampai 15 menit, taksi yang membawa saya dari Stasiun Casa Voyageur tiba di Masjid Hasan II. Saya terpana menyaksikan keindahan dan kemegahan Masjid Hassan II yang terletak di tepi Samudera Atlantik, tak jauh dari Kawasan Kota Tua Casablanca (Medina). Masjid ini mulai dibangun pada tahun 1980, dalam rangka peringatan ulang tahun Raja Hassan II yang ke-60, dan selesai dibangun pada tahun 1993. Arsiteknya adalah Michel Pinseau yang berkebangsaan Prancis, sementara untuk pengerjaan seni dan detil bangunan dilakukan oleh para seniman terbaik Maroko. Semua bahan bangunan seperti batu granit, marmer, kayu dan material lain untuk konstruksi masjid ini berasal dari Maroko kecuali kolom granit putih dan lampu-lampu kristal yang didatangkan dari Italia.

Keunikan Masjid Hassan II adalah letaknya yang berada di atas tanah reklamasi. Hampir setengah dari banguna masjid berada di atas lautan (Samudera Atlantik). Jika dilihat dari kejauhan, Masjid Hassan II seperti terapung. Keunikan lainnya, masjid ini dibangun dengan konstruksi tahan gempa, memiliki pemanas lantai, pintu otomatis serta atap yang dapat dibuka-geser. Hiasan/ornamen di lantai, pintu, dinding dan langit-langit masjid sangat detil dan indah, kental dengan nuansa seni Bangsa Moor. Luas bangunan masjid mencapai 2 hektar dan dapat menampung 25.000 jamaah di dalam masjid serta 80.000 jamaah di halamannya. Konon, Masjid Hassan II merupakan masjid terbesar ketiga di dunia, setelah Masjidil Haram di Mekah dan Masjid Nabawi di Madinah. Menara (minaret)-nya yang setinggi 210 meter merupakan menara masjid yang tertinggi di dunia.

Ornamen yang detil dan indah di dinding masjid

Saya bersyukur kepada Allah telah diberi kesempatan mengunjungi masjid kebanggan Warga Maroko ini. Saya benar-benar takjub menyaksikan keindahan, keagungan dan kemegahan Masjid Hassan II. Saya mencari tempat yang nyaman di bibir pantai agar bisa memandangi Masjid Hassan II dan memotretnya dengan leluasa. Rasanya nikmat sekali duduk di tepi pantai, ditemani angin sepoi-sepoi sambil menyaksikan dua pemandangan menarik sekaligus, Masjid Hassan II dan Samudera Atlantik.

Medina
Puas mengagumi kemegahan Masjid Hassan II, saya bergerak menuju ke hotel yang sudah saya book lewat internet, yang berada di kawasan kota tua Casablanca (Medina). Ternyata tak mudah menemukan alamat hotel. Meski sudah membawa Peta Casablanca, saya tetap kesulitan menemukan alamat hotel. Pasalnya, sebagian besar jalan di Casablanca tidak mencantumkan nama jalan (walaupun di peta tercantum nama jalan tersebut) dan di setiap persimpangan jalan jarang terdapat rambu-rambu atau penunjuk arah. Sangat jarang jalan yang diberi nama. Biasanya hanya jalan-jalan protokol (jalan besar), yang dituliskan namanya, itu pun tidak semua. Nama jalan biasanya dituliskan di dinding/pagar rumah/gedung, dengan tulisan yang kecil dan tidak mencolok. Parahnya lagi, di pertigaan/perempatan jalan juga jarang ada rambu-rambu atau penunujuk arahnya. Hanya persimpangan jalan besar yang ada rambu-rambunya. Benar-benar bikin saya stres. Untunglah akhirnya saya bisa sampai di hotel dengan selamat, setelah bertanya beberapa kali ke penduduk setempat. Saya ditunjukkan jalan ke hotel oleh seorang bapak yang baik hati, yang kebetulan rumahnya berada tak jauh dari hotel tempat saya menginap.

Suasana jalan di Casablanca

Setelah check in dan meletakkan barang di kamar hotel, saya segera keluar untuk menjelajah Medina. Seperti kota-kota lainnya di Maroko, Casablanca juga mempunyai Kota Lama (Medina) dan Kota Baru (Ville Nouvelle). Kota baru dipenuhi dengan bangunan-bangunan modern dengan trotoar yang lebar, sementara kota lama penuh dengan bangunan tua dengan gang-gang sempit yang berkelok-kelok bak labirin. Saking banyaknya gang di Medina, saya sempat kebingungan dan tersesat. Namun, saya beruntung bisa menemukan pasar tradisional (Souq) yang meriah dan penuh warna setelah mengikuti ibu-ibu yang ternyata berjalan menuju pasar.

Pasar di Medina selalu sibuk dan dipadati turis sepanjang hari. Pasar ini menyediakan berbagai barang kebutuhan sehari-hari dan souvenir khas Maroko, seperti baju, kaos, tas, permadani dan aneka pernak-pernik lucu. Namun, saya tidak belanja di Medina. Berdasarkan informasi yang saya dapat dari internet dan brosur wisata Casablanca, ada tempat belanja souvenir menarik lainnya di Casablanca, yaitu Quartier des Habous. Saya memilih makan siang di sebuah warung yang menjual makanan khas Maroko karena perut saya sudah keroncongan. Saya memilih menu Omelette Fromage, yaitu sandwich yang disajikan bersama french fries. Sandwich-nya terbuat dari baguette (roti panjang khas Perancis) dengan isi sayuran, keju dan mayones. Satu porsi Omelette Fromage harganya hanya 8 Dirham (sekitar Rp 8.800,00). Cukup murah dan mengenyangkan.

Place Mohammed V
 
Place Mohammed V
Penjelajahan di Casablanca berlanjut ke Place Mohammed V, alun-alun di pusat Kota Casablanca. Tiba di Place Muhammed V, saya disambut puluhan burung merpati yang beterbangan kesana-kemari. Sore itu, suasana alun-alun yang dikelilingi sejumlah bangunan tua nan cantik tersebut sangat ramai. Ada anak-anak yang sedang bermain bola, ada pedagang kaki lima yang menjajakan makanan, dan ada seniman jalanan yang mencoba mengais rezeki di antara pengunjung alun-alun. Ada juga Warga Casablanca yang duduk-duduk santai di bangku taman. Mereka begitu menikmati suasana sore nan meriah di Place Mohammed V. Saya sendiri memilih bermain-main dengan burung merpati jinak yang beterbangan di alun-alun tersebut. Dengan menebar jagung yang saya beli dari seorang penjual di alun-alun tersebut, puluhan merpati segera mengerubuti saya.

Parc de La Ligue Arabe

Parc de La Ligue Arabe
Tak jauh dari Place Muhammed V terdapat taman yang luas dan asri bernama Park de La Ligue Arabe. Taman ini sangat hijau karena penuh dengan pohon-pohon palem yang tinggi dan rindang. Di taman ini juga terdapat lapangan bola yang selalu ramai di sore hari. Saya duduk di bangku taman sambil mengamati berbagai aktivitas Warga Casablanca di taman tersebut. Ada yang duduk-duduk sambil membaca buku, ada yang berpiknik sambil menggelar tikar, ada pula pasangan kekasih yang sedang berpacaran di salah satu sudut taman. Dibandingkan Place Muhammed V, Park de La Ligue Arabe lebih tenang dan sepi. Sebuah tempat yang cocok untuk menenangkan diri dari teriknya matahari dan semrawutnya lalu lintas Casablanca.
Cathedrale Sacre Coeur

Cathedrale Sacre Coeur
Di Kompleks Place de La Ligue Arabe, ternyata ada bangunan bersejarah yang sangat indah, yaitu Cathedrale Sacre Coeur. Saya tidak menyangka bisa menemukan katedral/gereja di negara Islam seperti Maroko. Katedral megah berwarna putih ini merupakan Katedral/Gereja Katolik terbesar dan tertua di Casablanca. Katedral bergaya neo gothic ini dibangun pada tahun 1930 dengan arsitek dari Perancis bernama Paul Tournon. Sejak tahun 1956, katedral ini tidak digunakan sebagai tempat ibadah lagi dan berubah fungsi menjadi pusat kebudayaan. Sayangnya, saya tidak bisa masuk ke dalam Cathedrale Sacre Coeur karena saat itu katedral sudah tutup. Ternyata saya datang kesorean. Jadi, saya hanya bisa memandangi kemegahan Sacre Coeur Cathedral dari luar.
Quartier des Habous
Menjelang senja, saya bergegas menuju Quartier des Habous, yang letaknya tak jauh dari Palais Royal (Istana Kerajaan Maroko). Sebenarnya saya ingin mampir ke Palais Royal, tetapi tidak jadi karena seperti istana-istana lainnya di Maroko Palais Royal juga tertutup untuk umum. Jangankan memasuki istana, memotret gerbang istana saja tidak boleh. Waktu saya mencoba mendekati gerbang istana untuk memotretnya, saya disemprit oleh prajurit penjaga. Untunglah, akhirnya saya diperbolehkan memotret gerbang istana tersebut (meski dari kejauhan), setelah saya jelaskan bahwa saya berasal dari Indonesia, negara muslim terbesar di dunia.

Quartier de Habous

Quartier des Habous tak jauh berbeda dengan Medina. Di tempat ini juga terdapat banyak pedagang yang menjual aneka barang kerajinan (souvenir) khas Maroko. Mulai dari baju, permadani, gantungan kunci, kartu pos hingga barang-barang antik seperti lampu aladin dan teko untuk menyeduh teh dengan detil logam yang indah. Selain itu, kita juga dapat menemukan berbagai macam kerajinan yang terbuat dari kulit mulai dari tas, sepatu, dompet hingga sarung bantal. Kalau ingin mencari oleh-oleh khas Maroko, Quartier des Habous-lah tempatnya. Harga barang relatif murah dan pilihannye beragam. Namun, seperti belanja di pasar-pasar lainnya, kita harus jago menawar untuk mendapatkan barang idaman dengan harga murah.
Getting There
Tak ada penerbangan langsung dari Jakarta menuju Casablanca. Anda bisa menuju kota ini via Dubai, Uni Emirat Arab (bila naik Emirates Airlines) atau Istanbul,Turki (bila naik Turkish Airlines). Anda bisa mengeceka jadwal penerbangan dan harga tiket ke Casablanca di situs web masing-masing (www.emirates.com) atau (www.turkishairlines.com). Pilihan lainnya yang lebih ekonomis, Anda bisa terbang menuju Casablanca dari berbagai kota di Eropa seperti London, Paris, Frankfurt, dan Barcelona. Banyak budget airline yang melayani rute Eropa - Maroko, di antaranya adalah Easy Jet (www.easyjet.com) dan Ryan Air (www.ryanair.com). (edyra)*** 


Dimuat di Majalah SEKAR No. 84, 
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments